DALAM sebulan ini orang tua dibuat pusing dengan nasib kelanjutan pendidikan anak-anaknya. Mereka dipaksa untuk melek teknologi, karena harus mendaftarkan anaknya secara online. Setiap saat orang tua harus melihat pergerakan nilai dan peringkat nilai di jalur yang dipilihnya. Ada jalur zonasi, jalur prestasi, dan jalur afirmasi dan perpindahan orang tua.
Seperti diketahui, sekolah-sekolah negeri favorit berada di pusat kota. Tidak mungkin didirikan di desa pinggiran, yang jauh dari transportasi dan keramaian. Beberapa kasus, sekolah negeri yang dibangun di daerah pinggiran, tidak laku. Alias banyak calon peserta didik yang minat di sekolah tersebut. Mereka lebih tertarik sekolah di pusat kota, meski itu sekolah swasta.
Para kepala sekolah pun juga merasa pusing. Betapa tidak, segala keluhan dan protes orang tua ditujukan kepada mereka. Selama ini sekolah memiliki otoritas sendiri untuk menerima peserta didik baru. Sehingga mereka secara leluasa bisa bersaing dengan sekolah lain untuk meningkatkan kualitas lulusan, dengan merekrut SDM unggul yang disaring terlebih dahulu. Sekarang ini, dengan sitem zonasi dan PPDB online, semuanya terpusat di Dinas Pendidikan.
i sinilah munculnya plus minus sistem zonasi dan PPDB online yang ditetapkan pemerintah. Tujuan dari zonasi ini antara lain adalah adanya pemerataan pendidikan di masyarakat. Jangan sampai ada masyarakat yang rumahnya berada di sekitar sekolah, tetapi tidak dapat masuk sekolah tersebut karena kalah dari peserta didik yang nilainya lebih tinggi.
Selain itu juga untuk memutuskan mitos adanya sekolah favorit atau sekolah nomor satu di suatu daerah.
Sisi minus dari sistem zonasi dan PPDB online ini, seperti yang dikeluhkan para orang tua. Beberapa kriteria penilaian sangat aneh dan tak masuk akal bagi orang tua, yang ingin anaknya mendapatkan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Beberapa kelemahan sistem zonasi antara lain Mereka yang rumahnya jauh dari lokasi sekolah, semakin kecil peluangnya untuk masuk ke sekolah negeri, meski dalam satu kecamatan. Bagaimana dengan peserta didik, yang di kecamatan tersebut tidak ada sekolah negeri? Tentu ini harus segera dicarikan solusi oleh pemerintah. Pemerintah harus mendirikan sekolah yang dekat dengan masyarakat. Tidak hanya di pusat-pusat kota saja.
Beberapa persyaratan dalam PPDB online ini juga menimbulkan kecurangan atau pemalsuan data. Karena mereka berusaha agar anak-anaknya bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Misalnya membuat alamat rumah yang dekat dengan sekolah. Begitu pula dengan membuat piagam atau sertifikat sebanyak mungkin, agar mendapat penambahan nilai dalam jalur prestasi.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah ini, tentu membuat orang tua stress dan bingung. Pemerintah, seharusnya sebelum menentukan kebijakan, membicarakan terlebih dahulu dengan masyarakat. Kalau tidak langsung dengan orang tua calon siswa, ya mestinya dibicarakan terlebih dahulu dengan wakil-wakil rakyat yang berada di DPR/DPRD. Komite sekolah juga diajak bicara, bukan hanya dimintai stempel untuk memungut iuran sekolah saja.
Seringkali, kebijakan pemerintah langsung diterapkan. Kemudian ketika diprotes dan dikeluhkan masyarakat baru dievaluasi atau dibatalkan sama sekali. Seperti yang terjadi saat PPDB tahun ini. Di mana setelah banyak keluhan dan protes dari orang tua, baru didengar dan dievaluasi. Sementara batas waktu PPDB sudah habis. Orangtua hanya bisa pasrah, anaknya mau sekolah atau tidak. Sementara pemerintah juga mewajibkan pendidikan dasar hingga 12 tahun.
Penulis Mohammad Sutrisno