Hariyanto Jurnalis sekaligus Sekretaris Aliansi Jurnalis Tulungagung memamerkan Penghargaan Even Nasional Babad bumi ( Anang Ajttv.com)
TULUNGAGUNG, AJTTV.COM –
Hariyanto Wijoyo bukan sekadar nama dalam dunia jurnalistik, melainkan jejak panjang pengabdian seorang perawat kata dan penjaga nurani publik. Lahir di Tulungagung dan berakar kuat di Blitar serta Tulungagung, ia menjadikan tanah Jawa sebagai ruang tumbuh iman, pena, dan kesadaran sosial. Sejak tahun 2002, ia menapaki dunia jurnalistik sebagai jalan hidup—melintasi media cetak, media daring, hingga televisi.
Lebih dari dua dekade berkarya, Hariyanto dikenal sebagai jurnalis yang memadukan ketepatan fakta dengan kedalaman makna. Baginya, berita bukan sekadar peristiwa yang dilaporkan, tetapi amanah moral yang harus dipertanggungjawabkan. Prinsip tersebut diteguhkan melalui kepemilikan Sertifikat Kompetensi Wartawan (SKW) Utama BNSP, yang ia maknai bukan hanya sebagai legitimasi profesional, melainkan tanggung jawab etis untuk menjaga kebenaran dan keadilan di ruang publik.
Sebagai alumni S1 Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Surabaya, Hariyanto memperoleh fondasi akademik yang memperkaya cara pandangnya dalam membaca realitas. Ilmu manajemen yang ia dalami tidak berhenti pada angka dan teori, melainkan membentuk pola pikir sistematis, berimbang, dan reflektif. Dalam praktik jurnalistiknya, data berjalan beriringan dengan empati, logika berpadu dengan kebijaksanaan.
Di luar ruang redaksi, Hariyanto aktif dalam dunia pendidikan dan pengabdian sosial. Ia terlibat dalam berbagai diklat jurnalistik, membimbing generasi muda agar tidak hanya terampil menulis, tetapi juga memahami adab dan etika profesi. “Pena tanpa akhlak dapat melukai keadilan,” menjadi nilai yang kerap ia tanamkan. Komitmen sosial itu berlanjut melalui pendampingannya terhadap anak-anak yatim di LKSA Kyai Raden M. Kasiman, Blitar, sebuah ikhtiar kemanusiaan yang ia yakini sebagai bagian dari ibadah sosial.
Selain dikenal sebagai jurnalis, Hariyanto Wijoyo juga merupakan penulis buku dan sastrawan produktif. Ia telah menerbitkan buku Kisah Hidup dalam 21 Cerpen, yang merekam pergulatan batin, realitas sosial, dan wajah kehidupan masyarakat dengan bahasa yang reflektif dan membumi. Di bidang puisi, ia telah melahirkan ratusan puisi berbakti untuk negeri, menjadikan kata sebagai medium doa, kritik sosial, dan cinta kebangsaan. Ia juga menulis sejumlah cerita misteri terbaik lainnya, yang mengolah mitologi lokal, sejarah lisan, dan problem kemanusiaan dalam balutan narasi yang kuat dan bernilai reflektif.
Dalam dunia sastra nasional, Hariyanto mencatatkan prestasi sebagai penulis terbaik cerita misteri dalam ajang event nasional “Babad Bumi.” Capaian tersebut menegaskan kapasitasnya dalam meramu kisah misteri bukan sekadar sebagai hiburan, melainkan sebagai ruang tafsir sosial dan perenungan eksistensial. Beberapa cerpen populernya—“Gara-Gara Judi Togel,” “Membonceng Sundel Bolong,” dan “Ayunan Senja di Asrama Lama”—dikenal luas pembaca karena berhasil memadukan kritik sosial, kearifan lokal, dan suara batin manusia dalam satu narasi yang hidup.
Di balik beragam peran tersebut, Hariyanto Wijoyo meneguhkan satu prinsip hidup: “Waktu adalah Ibadah.” Prinsip ini menjadi fondasi setiap karya dan pengabdiannya. Menulis, baginya, bukan sekadar profesi atau aktivitas estetik, melainkan jalan pengabdian—upaya sunyi untuk memberi suara bagi yang terpinggirkan, cahaya bagi yang terabaikan, serta harapan bagi mereka yang nyaris kehilangan arah.
Dengan konsistensi di bidang jurnalistik, sastra, dan pengabdian sosial, Hariyanto Wijoyo terus membuktikan bahwa jurnalisme yang kreatif dan sastra yang berjiwa dapat berjalan beriringan, menjadi ikhtiar nyata dalam merawat nurani publik dan martabat kemanusiaan.












