Suasana posko donasi Pejuang Gayatri di di depan gedung dprd Tulungagung ( Heru Susanto ajttv.com)
TULUNGAGUNG, AJTTV.COM – Di tengah hiruk pikuk kota, di sudut Alun-alun Tulungagung, sebuah tenda sederhana menjadi saksi bisu semangat gotong royong yang tak lekang oleh waktu. Ini bukan tenda pedagang, melainkan posko donasi bagi sebuah aksi damai yang dijadwalkan pada 11 September 2025. Gerakan ini dinamai “Pejuang Gayatri,” sebuah nama yang merujuk pada pahlawan yang memperjuangkan keadilan di masa lalu. Kini, semangat itu dihidupkan kembali oleh warga biasa, demi isu-isu yang dekat dengan kehidupan mereka.
Ahmad Dardiri, salah satu koordinator aksi, berbagi cerita tentang bagaimana inisiatif ini muncul. “Ini semua berasal dari antusiasme warga,” ujarnya, Minggu (7/9/2025), Matanya memancarkan ketulusan. “Banyak yang ingin membantu, tapi tidak bisa ikut turun ke jalan. Donasi ini adalah cara mereka untuk tetap menjadi bagian dari perjuangan.”
Posko donasi ini tidak hanya menerima sumbangan uang, tetapi juga air mineral, bahkan bahan makanan seperti pisang dan ubi dari warga pegunungan yang merasa terpanggil. Hal ini menunjukkan bahwa aksi ini bukan hanya didukung oleh sekelompok aktivis, tetapi oleh seluruh lapisan masyarakat—mulai dari pekerja migran di luar negeri hingga petani di lereng gunung.
Lebih dari Sekadar Protes
Aksi yang akan datang ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Ini adalah kelanjutan dari perjuangan yang telah dimulai sebelumnya. Salah satu isu utama yang diangkat adalah reforma agraria, khususnya tentang pembangunan makam modern di Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, yang dinilai ilegal. Masalah ini menyentuh langsung keadilan dan hak-hak tanah masyarakat lokal.
Namun, cakupannya melampaui isu lokal. Dardiri menjelaskan bahwa mereka juga akan menyuarakan isu-isu nasional yang relevan, mendorong agar pemerintah daerah maupun pusat bekerja secara profesional dan transparan. “Aksi ini untuk mendorong kinerja atau karakter kerja pemerintah,” tegasnya.
Strategi Pengamanan dan Pesan Damai
Dengan target massa hingga 1.000 orang, para koordinator sadar akan risiko yang mungkin terjadi. Untuk menjaga ketertiban dan mencegah penyusup, mereka telah merancang strategi pengamanan unik. Para peserta aksi akan dilarang mengenakan masker dan topi harus dibalik, sehingga wajah mereka mudah dikenali. Selain itu, akan ada tanda pengenal khusus yang hanya akan dibagikan pada hari-H.
”Kami mementingkan substansi dan esensi gerakan, bukan hanya jumlah massa,” kata Dardiri. Pesan ini menunjukkan bahwa “Pejuang Gayatri” lebih mengutamakan aksi yang bermakna dan damai, daripada sekadar keramaian.
Aksi damai ini direncanakan akan dimulai dari GOR Lembupeteng, lalu menuju kantor ATR/BPN, dan berakhir di gedung DPRD Tulungagung. Di sanalah mereka akan menyampaikan aspirasi, membawa harapan akan perubahan yang lebih baik untuk kota mereka. Di balik tenda sederhana di Alun-alun, semangat perjuangan ini terus berdenyut, menjadi bukti nyata bahwa suara rakyat, ketika disatukan, memiliki kekuatan yang tak terhingga.
Reporter : Heru susanto