Oleh : Catur Santoso, Ketua Aliansi Jurnalis Tulungagung (AJT)
Hari Ibu, yang diperingati setiap tahun, seringkali dirayakan dengan hadiah, bunga, atau ucapan selamat yang singkat. Namun, maknanya jauh melampaui seremoni satu hari. Hari Ibu adalah jeda reflektif bagi kita semua untuk merenungkan kembali arsitek pertama dari setiap peradaban: Ibu.
Ibu bukanlah sekadar figur biologis. Ia adalah cetak biru emosi, moral, dan fondasi kepribadian kita. Dari setiap cerita sukses, di balik setiap individu yang berdiri tegak, hampir selalu ada kisah tentang ketahanan seorang ibu.
Keikhlasan yang Tak Terukur
Cinta seorang ibu adalah satu-satunya bentuk kasih sayang di dunia yang dapat digambarkan sebagai tanpa batas dan tanpa pamrih. Kita mungkin bisa mengukur seberapa besar pengorbanan finansial atau waktu, tetapi kita tidak akan pernah bisa mengukur kedalaman keikhlasan yang ia curahkan.
Sejak kita pertama kali bernapas, ibu adalah pelabuhan tenang. Ketika dunia di luar terasa keras dan menakutkan, pelukan ibu menjadi satu-satunya tempat yang menjamin keamanan dan penerimaan tanpa syarat. Ia adalah mata air yang tidak pernah kering, selalu siap memberi minum, meski dirinya sendiri sedang kehausan.
Pendidik Pertama, Pejuang Terhebat
Peran ibu sebagai pendidik pertama seringkali terlewatkan. Bukan sekolah, bukan buku, melainkan sentuhan dan nilai yang ditanamkan ibu di masa-masa awal kehidupan yang membentuk karakter dasar kita. Ibu mengajarkan empati saat ia merawat luka kecil kita; ia mengajarkan kesabaran saat ia mendengarkan rengekan tanpa lelah; dan ia mengajarkan ketahanan saat ia bangkit kembali setelah menghadapi kesulitan.
Dalam diamnya, ibu seringkali menjadi pejuang terhebat. Ia adalah manajer keuangan, dokter, guru, koki, dan psikolog, yang menjalankan semua peran itu tanpa label jabatan atau gaji yang setimpal. Beban ganda yang dipikulnya seringkali tidak terlihat, tetapi dampaknya terasa pada setiap keberhasilan yang kita raih.
Saatnya Kita Menjadi Pelabuhan Balik
Maka, Hari Ibu bukan sekadar tentang mengingat perjuangan mereka di masa lalu. Ini adalah panggilan untuk bertindak di masa kini.
Sudah saatnya kita, sebagai anak, cucu, atau bahkan sebagai bagian dari masyarakat, menjadi pelabuhan balik bagi mereka. Memberikan waktu, perhatian, dan apresiasi yang tulus adalah hadiah yang jauh lebih berharga daripada benda material. Dengarkan ceritanya, hargai pengalamannya, dan pastikan bahwa di usianya, ia merasakan ketenangan dan dukungan yang sama seperti yang pernah ia berikan kepada kita.
Mari jadikan Hari Ibu sebagai momentum untuk menyadari bahwa ibu adalah harta paling berharga yang pernah kita miliki. Mereka bukan hanya melahirkan, tetapi melahirkan harapan, impian, dan cinta abadi dalam hati kita.
Selamat Hari Ibu, untuk semua pilar kehidupan yang tak pernah lelah membangun peradaban dari rumah.




