BANGKALAN, AJTTV.COM – Segenap tokoh masyarakat, tokoh agama, praktisi akademia, dan organisasi kepemudaan sepakat untuk menghentikan kekerasan yang sering terjadi di Madura dan antisenjata tajam (sajam).
Itu dibuktikan dengan diadakannya deklarasi bersama di Pendopo Agung, Jumat (13/122024).Mereka juga siap turut serta menyosialisasikan kepada masyarakat langsung.
Komitmen itu sebagai upaya menghentikan kekerasan serta dampak carok di Madura, khususnya di Kabupaten Bangkalan.
Baca Juga : Pekerjaan Konstruksi Tulungagung Tahun 2024 di Monitoring
Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Universitas Dr Soetomo Surabaya. Dihadiri oleh beberapa tokoh penting sekaligus narasumber, di antaranya adalah Rektor Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Siti Marwiyah, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej. Anggota VII DPR RI Erik Hermawan dan Wakapolres Bangkalan Kompol Andi Febrianto Ali.
Selain itu, turut hadir Budayawan Madura Zawawi Imron, Ketua Ikatan Keluarga Madura (Ikama) dan Ketua MUI dan PCNU Bangkalan KH Muhammad Makki Nasir, serta beberapa narasumber lainnya yang ikut memberikan materi pada kegiatan seminar nasional.
Pada kesempatan tersebut, Pj Bupati Bangkalan Arief M Edie menegaskan bahwa kekerasan carok bukanlah budaya dan tradisi masyarakat Madura, khususnya di Kabupaten Bangkalan.
Menurutnya, selama menjabat sebagai kepala daerah di Bangkalan, Pj Bupati merasakan kedekatan dengan masyarakat Bangkalan yang dikenal memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi serta sifat yang humanis.
\”Yang saya rasakan, masyarakat Bangkalan adalah masyarakat yang humanis dan damai. Saya merasakan itu dengan sangat jelas,\” tuturnya.
Baca Juga : Banjir Lumpur Landa Wilayah Tulungagung Selatan
Dia menambahkan, terkait persoalan carok yang sering terjadi, itu hanya merupakan perkelahian biasa. Sudah tidak sesuai dengan makna carok berdasarkan sejarah awalnya.
\”Selama saya menjabat, saya rasa Bangkalan ini sangat kondusif,\” imbuhnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap dengan dilaksanakannya deklarasi bertujuan untuk menghentikan penyelesaian masalah dengan kekerasan, dapat memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada melalui cara damai dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
\”Masyarakat jangan main hakim sendiri. Mari kita lepas bersama atribut kekerasan yang sering disematkan kepada Madura melalui simbolis peletakan sajam ini,\” ungkapnya.
Sementara itu, Kompol Andi Febrianto menyebut kekerasan yang umumnya disebut carok, adalah murni memang warisan dari masa penjajahan Belanda. Sebab, masyarakat dibuat agar tidak akur satu sama lain supaya tidak membahayakan eksistensi penjajah.
Baca Juga : Sales Rokok asal Trenggalek ditangkap Polisi di Tulungagung
\”Kita dibuat tidak akur, diadu satu sama lainnya. Diberi imbalan. Itu yang menjadi turunan kenapa carok-carok terjadi, dari situ awalnya,\” urainya. (*)