YOGYAKARTA – Islam dan Indonesia merupakan dua senyawa yang saling mendukung. Bahkan ulama sekaligus budayawan Emha Ainun Nadjib menyebut bertemunya Islam dengan Indonesia sebagai suatu perjodohan, ibarat peribahasa Jawa ‘tumbu ketemu tutup’.
Karena itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir tidak habis pikir dengan pihak-pihak yang terus membentuk narasi bahwa umat Islam berbenturan dengan Pancasila maupun Keindonesiaan.
Dalam forum daring Refleksi Akhir Tahun tentang Moderasi Keislaman dan Keindonesiaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (30/12) Haedar mengurai kesenyawaan Indonesia dan Islam secara historis.
Indonesia, menurut Haedar pada awalnya adalah kepulauan tempat bertemunya berbagai suku bangsa dari Timur dan Barat, yang kemudian saling berinteraksi secara adaptif.
“Proses ini terus menggumpal. Dalam konteks agama itu juga moderat. Dulu dari agama setempat mayoritas Hindu, lalu Islam masuk dan demografi berubah. Transisi konversi dari Hindu ke muslim ini prosesnya juga damai. Ini contoh dari Indonesia yang moderat bahkan dalam relasi agama,” jelasnya.
Ahmad Dahlan itu Tidak Hanya Mementingkan Ibadah tapi Juga Melakukan Pembelaan Terhadap yang Tertindas.
Dalam relasi antar etnis, menurut guru besar di bidang Sosiologi ini Indonesia juga mengutamakan sikap moderat dan kompromi. Pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional meski etnis melayu berjumlah kecil dibandingkan mayoritas suku Jawa adalah contohnya.
“Nanti ketika (merdeka) nama Indonesia dipilih juga bukan Nusantara atau Melayu, ketika semua pemuda bersepakat namanya adalah Indonesia. Dan ketika proklamasi namanya adalah proklamasi Indonesia, bukan proklamasi Nusantara, proklamasi Melayunesia, atau Insulinda,” imbuhnya.
Islam Wasathan
Sementara itu, bagi Islam sendiri nilai moderasi menurut Haedar secara konstruktif terangkum dalam jiwa dan pokok pikiran Islam melalui konsep umat tengahan atau ummatan wasathan.
“Banyak contoh-contoh yang bisa kita rujuk baik dalam Quran dan hadis Nabi di mana prinsip moderat itu satu jiwa, satu nafas dengan karakter Islam itu sendiri,” tambahnya.
Karena itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir tidak habis pikir dengan pihak-pihak yang terus membentuk narasi bahwa umat Islam berbenturan dengan Pancasila maupun Keindonesiaan.“Proses ini terus menggumpal. Dalam konteks agama itu juga moderat. Dulu dari agama setempat mayoritas Hindu, lalu Islam masuk dan demografi berubah. Transisi konversi dari Hindu ke muslim ini prosesnya juga damai. Ini contoh dari Indonesia yang moderat bahkan dalam relasi agama,” jelasnya
Sementara itu, bagi Islam sendiri nilai moderasi menurut Haedar secara konstruktif terangkum dalam jiwa dan pokok pikiran Islam melalui konsep umat tengahan atau ummatan wasathan.
“Banyak contoh-contoh yang bisa kita rujuk baik dalam Quran dan hadis Nabi di mana prinsip moderat itu satu jiwa, satu nafas dengan karakter Islam itu sendiri,” tambahnya.
Sumber : Muhammadiyah.id