Jakarta, AJTTV,COM — Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mempertanyakan pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang meminta agar masyarakat tak berpolemik berkaitan dengan temuan seaglider.
Menurut dia, perbincangan soal temuan ini akan terus bergulir jika tak ada langkah konkret dari pemerintah dan pihak TNI.
“Harus diingat, rakyat adalah pemilik rumah yang namanya Indonesia ini. Wajar enggak sih, jika pemilik rumah meributkan gangguan terhadap keamanan rumahnya?” cetus Fahmi saat dihubungi, Senin (4/1).
“Atau sebaliknya, wajar enggak jika pemilik rumah membahas tentang bagaimana penjaga rumah membereskan gangguan dan melindungi asetnya?” lanjutnya.
Sebelumnya, Prabowo, melalui juru bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak, meminta semua pihak tak berpolemik soal temuan seaglider ini.
“Kementerian Pertahan mengajak publik tidak berpolemik yang kontraproduktif, Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI khususnya Angkatan Laut pasti akan menangani permasalahan tersebut,” kata Dahnil saat menyampaikan keterangan, Senin (4/1).
Fahmi menyebut keamanan wilayah perairan Indonesia khususnya di laut memiliki banyak celah dan rawan disusupi pihak asing. Khususnya, di wilayah-wilayah perbatasan yang ada di teriotorial Indonesia.
Pasalnya, alat utama sistem persenjataan (alutsista) RI minim sekaligus pengelolaan kelautan di Indonesia yang buruk.
“Harus diakui, keamanan laut kita masih menyisakan banyak celah rawan, baik di perbatasan maupun di perairan teritorial,” ujarnya.
Dia pun menduga seaglider yang ditemukan di Selayar itu sesuatu yang sengaja dipasang di perairan Indonesia dengan tujuan buruk atau berpotensi merugikan Indonesia.
“Siapapun pemiliknya, menurut saya perangkat tersebut telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang buruk, berpotensi merugikan kepentingan nasional dan mengancam kedaulatan kita,” katanya.
“Prioritas pertama adalah mengungkap siapa pemilik dan pengguna perangkat ini,” imbuh dia.
Jika memang pemilik perangkat itu telah ditemukan sudah tentu pemerintah mesti segera menyampaikan protes atas barang yang masuk ke wilayah teritori Indonesia itu.
“Menggunakan saluran diplomatik untuk menyampaikan protes dan peringatan keras. Termasuk mengkaji kemungkinan adanya langkah hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat,” kata dia.
Fahmi juga menilai sudah saatnya pemerintah dan DPR berdiskusi untuk menentukan langkah apa yang mesti diambil demi meningkatkan keamanan dan menutup celah rawan yang bisa disusupi asing itu.
“Pemerintah dan DPR juga harus segera mendiskusikan langkah yang mesti diambil untuk meningkatkan kemampuan menutup celah rawan ini, dari aspek regulasi hingga kebutuhan perangkat deteksi dan penangkalannya,” kata dia.
Diketahui, drone bawah laut mirip rudal yang kemudian dikonfirmasi sebagai seaglider ditemukan terapung di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, akhir Desember 2020.
Seaglider itu memiliki panjang 2,25 meter dan dua sayap yang masing-masing berukuran 0,5 meter.
Kepala Staf Angkatan Laut Marsekal TNI Yudo Margono pun telah meminta anak buahnya dalam kurun waktu satu bulan melakukan penyelidikan terhadap alat tersebut.
Data Oseanografi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan seaglider bisa digunakan untuk pengumpulan data oseanografi secara otonom dan mendukung riset di bawah permukaan laut.
“Alat ini adalah seaglider untuk pengamatan vertical profiling (profil vertikal) data oseanografi secara autonomous (otonom),” kata Deputi Kepala Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) BPPT Wahyu W Pandoe kepada Antara.
Data-data di bawah permukaan laut yang dikumpulkan antara lain berupa kedalaman, suhu, dan arus.
Dari foto-foto penemuan seaglider tersebut, Wahyu menuturkan payload seaglider hanya berupa sensor-sensor oseanografi dan akustik, seperti sensor CTD, chlorophyl fluorometer, dan acoustic doppler current profiler (ADCP).
“Mungkin setelah dibongkar bisa kita identifikasi sensor apa saja yang terpasang,” ujarnya.
Parameter yang diukur oleh peralatan CTD terutama profil vertikal untuk salinitas, temperatur, densitas, dan kandungan oksigen (jika sensor oksigen terpasang). Sedangkan alat ADCP mengukur arus 3D (u, v, w).
Untuk penelitian, data-data tersebut sangat diperlukan untuk memantau perubahan parameter salinitas, suhu dan densitas secara vertikal dan horizontal.
Data itu berkaitan dengan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang terkait dengan predecessor perubahan iklim, daerah penangkapan ikan, iklim maritim, termasuk prediksi penguatan musim El-Nino dan La-Nina. Dan La Nina sedang terjadi saat ini.
Sumber : www.cnnindonesia.com