AJTTV.COM – Rencana pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini mendapatkan berbagai respon dari masyarakat.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mengaku kecewa dengan kebijakan tersebut.
Kebijakan tersebut terangkum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Anwar Abbas menilai bahwa kebijakan tersebut tidak lagi melihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas, tetapi hanya memperhitungkan aspek investasi semata.
“Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha,” keluhnya, Kamis (25/2), dikutip dari Muhammadiyah.or.id
Menurut Anwar, pedoman Pancasila dan UUD 1945 sebagai panduan bernegara kini hanya menjadi hiasan saja, tapi dalam kebijakan pedoman sebagai karakter dan jatidiri kebangsaan itu ditinggalkan.
“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah karena tidak lagi jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini,” imbuhnya.
Sebelum diputuskan sebagai daftar positif investasi (DPI), industri miras masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.
Kebijakan Jokowi
Diberitakan sebelumnya, rencana pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Sebelumnya, industri tersebut masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangai Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol.
Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.
Adapun keduanya mempunya persyaratan yakni untuk penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.
Penanaman modal tersebut ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol.
Kempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol.
Namun, ada syaratnya yakni jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus.
Merujuk Pasal 6 Perpres 10/2021 industri miras yang termasuk bidang usaha dengan persyaratan tertentu itu dapat diusahakan oleh investor asing, investor domestik, hingga koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Namun untuk investasi asing, hanya dapat melakukan kegiatan usahanya dalam skala usaha besar dengan nilai investasi lebih dari Rp 10 miliar di luar tanah dan bangunan.
Selain itu, investor asing wajib berbentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Sebagai info, Perpres 10/2021 telah merevisi aturan sebelumnya yakni Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakannya adanya Perperes 10/2021bertujuan untuk meningkatkan daya saing investasi dan mendoorng bidang usaha prioritas.
Melalui beleid tersebut, Bahlil juga menyampaikan bahwa investasi tertutup saat ini hanya ada enam antara lain budidaya industri narkoba, segala bentuk perjudian, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam appendix/CITES, pengembalian/pemanfaatan koral dari alam, senjata kimia, dan bahan kimia perusak ozon.
“Indonesia tidak boleh, harus jaga moral yang baik. Untuk karang-karang jadi tidak boleh diambil tapi yang dibudidaya alam boleh,” kata Bahlil saat konferensi pers Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dalam Kemudahan Berusaha, Rabu (24/2).
Tanggapan Tengku Zulkarnain
Sementara itu, mantan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Tengku Zulkarnain terang-terangan menolak rencana Jokowi itu.
Tengku Zulkarnain menilai, dengan kebijakan itu, miras kemungkinan bisa dijual sampai tingkat pedagang kaki lima.
Tengku Zul berpandangan, kebijakan itu justru akan ‘merusak’ masyarakat.
“Dibuka pintu izin investasi untuk minuman keras oleh pak @jokowi thn 2021. Prioritas di Papua, NTT, Sulawesi Utara. Kemungkinan bisa dijual di Hotel dan kaki lima dengan syarat tertentu. Bagi saya tetap saja membahayakan rakyat ke jurang kehancuran. Tolak…” tulisnya di akun twitter pribadinya, Kamis (25/2/2021)
(wartakota.tribunnews.com)