TULUNGAGUNG, AJTTV.COM – Tulungagung, Jawa Timur, memiliki sejarah kelam yang nyaris hilang ditelan waktu. Pada masa penjajahan Jepang, ribuan pekerja paksa atau romusha dipaksa membangun terowongan Niyama yang digunakan untuk memecah DAS Sungai Brantas. Pembangunan terowongan ini memakan banyak korban jiwa akibat perlakuan keras dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.
Jepang memasuki negeri ini pada tahun 1942 dan mulai membangun markas di Tulungagung untuk keperluan strategis. Namun, Tulungagung kerap dilanda banjir yang cukup parah, sehingga Jepang memaksa penduduk menjadi pekerja paksa untuk menggali terowongan yang digunakan untuk memecah DAS Sungai Brantas.
Pembangunan terowongan Niyama bukanlah pekerjaan yang gampang. Kawasan Tulungagung memiliki cukup banyak gunung batu dan kapur, sehingga menembusnya untuk membuat terowongan adalah pekerjaan mustahil. Selama kurang lebih tiga tahun, sudah tidak bisa dihitung lagi berapa orang yang harus jatuh dalam pembangunan ini.
Pada tahun 1955 atau 10 tahun pasca Jepang akhirnya pergi dari negeri ini, banjir bandang melanda Tulungagung hingga menyebabkan banyak korban jiwa. Melihat kejadian ini, pemerintah akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pembangunan terowongan Niyama.
Pembangunan terowongan yang selesai pada tahun 1961 akhirnya dilanjutkan pada tahun 1978. Pemerintah Tulungagung membuat proyek drainase yaitu terowongan yang tembus ke Samudra Hindia. Setelah terowongan ini selesai dibuat, proyek berlanjut dengan membuat sebuah PLTA atau pembangkit listrik tenaga air yang terletak tidak jauh dari pantai.
PLTA di Tulungagung ini mulai beroperasi pada tahun 1993 dan menyumbang cukup banyak daya untuk dialirkan ke Tulungagung dan kota di sekitarnya. Semoga kisah tentang terowongan Niyama ini dapat menjadi pengingat akan sejarah kelam masa lalu dan menghargai perjuangan para romusha yang berkorban demi pembangunan infrastruktur di Tulungagung.
Reporter : Galih